Jakarta, IMENEWS.ID – Keputusan besar akhirnya dijatuhkan. Mahkamah Konstitusi (MK) resmi mendiskualifikasi Edi Damansyah dari kontestasi Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) 2024.
Putusan ini menjadi babak baru dalam dinamika politik Kukar setelah MK menetapkan bahwa Edi telah menjabat selama dua periode, sehingga tidak memenuhi syarat untuk kembali mencalonkan diri. Konsekuensinya, MK memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) tanpa menyertakan nama Edi Damansyah.
Persoalan hukum ini bermula dari gugatan yang menyoal masa jabatan Edi Damansyah sebagai Bupati Kukar oleh Dendi Suryadi dan Alif Turiadi yang merupakan pasangan calon nomor urut 03 di Pilkada Kukar 2024.
Dalam sidang sengketa Pilkada, Mahkamah menegaskan bahwa masa jabatan Edi harus dihitung sejak 10 Oktober 2017, berdasarkan Keputusan Gubernur Kalimantan Timur yang menunjuknya sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Bupati setelah bupati sebelumnya tersandung masalah hukum.
Sejak saat itu, Edi dianggap telah menjalankan tugas dan wewenang penuh sebagai kepala daerah, sehingga periode pertama pemerintahannya dihitung hingga 25 Februari 2021.
Dengan perhitungan tersebut, MK menyimpulkan bahwa Edi telah menjabat lebih dari setengah masa jabatan pada periode pertama, dan kemudian menjabat secara penuh dalam periode 2021-2024. Hal ini berarti Edi telah menjabat selama dua periode sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Dengan demikian, pencalonan Edi pada Pilkada Kukar 2024 dinyatakan tidak sah.
“Berdasarkan fakta hukum yang terungkap dalam persidangan, Mahkamah menilai bahwa masa jabatan Edi Damansyah sudah melampaui batas yang diperbolehkan oleh undang-undang. Oleh karena itu, pencalonan yang bersangkutan tidak memenuhi syarat,” ujar Hakim MK Guntur Hamzah.
Putusan MK yang dibacakan dalam sidang pada Senin, 24 Februari 2025 ini bukan hanya membatalkan pencalonan Edi, tetapi juga membatalkan hasil pemungutan suara yang telah dilakukan pada 27 November 2024. MK memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kutai Kartanegara untuk menggelar pemungutan suara ulang dalam waktu 60 hari sejak putusan ini dikeluarkan.
Namun, dalam amar putusannya, MK tetap mengizinkan calon wakil bupati, Rendi Solihin, untuk mengikuti PSU. Mahkamah menyerahkan kepada partai politik pengusung untuk mencari pengganti Edi sebagai calon bupati dalam pasangan baru yang akan berlaga dalam pemungutan suara ulang. Nomor urut pasangan tetap dipertahankan sebagaimana sebelumnya.
“Dengan putusan ini, Mahkamah menegaskan pentingnya kepatuhan terhadap konstitusi dan prinsip demokrasi yang adil. Pemungutan suara ulang harus dilakukan dengan tetap mengacu pada daftar pemilih yang sama,” tegas Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan.
Selain itu, MK juga memerintahkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk melakukan supervisi terhadap jalannya PSU, serta meminta Kepolisian Daerah Kalimantan Timur untuk menjamin keamanan selama proses pemilihan ulang berlangsung.
Putusan ini membawa konsekuensi besar bagi jalannya Pilkada Kukar 2024. Dengan waktu yang terbatas untuk mencari figur pengganti, partai pengusung harus segera menentukan strategi selanjutnya. Sementara itu, pemilih di Kukar akan kembali menentukan pilihannya dalam pemungutan suara ulang yang akan digelar dalam waktu 60 hari.
Proses PSU akan diawasi oleh berbagai pihak, termasuk KPU, Bawaslu, dan aparat keamanan, guna memastikan jalannya pemilihan yang transparan dan sesuai peraturan. Dengan adanya putusan ini, dinamika Pilkada Kukar masih terus berlanjut dan menunggu perkembangan lebih lanjut sesuai tahapan yang telah ditetapkan. (*)